Cantik-cantik jadi kok gila
“Cantik-cantik kenapa kamu jadi gila begini, Mbak?” ucap seorang letnan muda berkulit gelap yang siang itu sedang nongkrong di warteg tenda yang baru sebulan buka lapak di sebuah perumahan di Bekasi.
Sambil membawa es teh, dia mendekati seorang wanita dengan pakaian compang-camping, wajah penuh debu, juga rambut acak-acakan seperti tidak pernah keramas bertahun-tahun.
“Nih, minum.” Letnan muda bernama Arsal itu menyodorkan es teh manis padanya.
Sayangnya, niat baiknya tak digubris. Wanita gila itu mengempas bungkusan es teh yang dibawa Arsal.
“Lah, kok dibuang, tapi ya sudahlah, mungkin kamu nggak haus.”
Dengan polosnya, letnan muda yang memang tipe tidak neko-neko itu mengulurkan tangannya untuk membersihkan daun-daun di atas kepala wanita muda dengan tatapan kosong itu.
“Kamu kok gila sih?”
Wanita itu diam saja, tetap duduk di bawah pohon dengan tatapan tak fokus.
Keesokan harinya, di tempat yang sama, letnan muda berkulit hitam dengan giginya yang agak lebar itu, berjumpa kembali dengan wanita gila yang duduk di bawah pohon tak jauh dari warteg.
Masih dengan hal yang sama, kali ini Arsal membelikannya nasi bungkus dan membawa es teh.
“Makan. Kamu pasti lapar.” Arsal berjongkok di dekatnya, tangannya mengulur untuk membersihkan rambut wanita berbaju compang-camping itu.
Untuk pertama kali, wanita muda itu mau menatap matanya.
Kalau dilihat-lihat, wanita gila ini cantik juga. Matanya cokelat muda.
Mata sipit Arsal beralih ke rambut wanita itu. “Aku ikut gatal lihat rambutmu.”
Pemuda berkulit gelap itu berdiri. “Tunggu di sini, ya, aku ambilin sisir.” Arsal beranjak menuju rumah kakaknya.
Sehari-hari dia berdinas di Batalyon Pasukan Khusus, tetapi kalau ada libur seperti IB atau long weekend, Arsal menginap di rumah kakaknya yang sudah beberapa tahun ini kosong karena kakak laki-lakinya itu dinas di kota lain. Mereka sama-sama tentara.
Beberapa saat kemudian Arsal muncul lagi dengan membawa sisir di tangannya. Tidak hanya itu, dia juga membawa kaus bersih dan celana training, bermaksud minta tolong ke ibu pemilik warteg untuk membantu wanita gila itu mengganti pakaiannya.
“Loh kok makanannya nggak disentuh sama sekali?”
Arsal berjongkok di sebelah wanita itu.
“Aku suapin mau, nggak?”
Tak ada respons, wanita gila itu malah bersenandung kecil.
“Suara kamu bagus juga, ya,” puji Arsal yang masih berjongkok. Letnan muda berkulit gelap itu mengamati lekat. Dia berpikir sebab wanita itu gila, kemungkin karena patah hati atau yang lebih tragisnya pernah mengalami kekerasaan seperti tindakan kriminal pemerkosaan.
Arsal berdiri, menuju warteg tenda.
“Bu, bisa minta tolong gantiin baju mbak itu nggak?”
Ibu pemilik warteg menatap resah ke Arsal. “Aduh, Mas, maaf saya banyak pekerjaan, lagi pula wanita gila itu kadang-kadang sering ngamuk, mending nggak usah deket-deket dia, deh.”
“Masa sih sering ngamuk, Bu? Saya nggak pernah lihat tuh.”
Wanita bertubuh sedang berambut panjang digelung itu mengulum bibirnya. “Pokoknya Mas nggak usah dekat-dekat dia. Nanti kalau ngamuk, saya yang repot. Pas kapan itu tenda dilempar batu.”
“Masa sih, Bu, kelihatannya mbak itu anteng-anteng aja,” balas Arsal sambil menoleh ke wanita yang sedang bersenandung kecil di bawah pohon itu.
“Yee, dibilangin nggak percaya!” sahut pemilik warteg itu lagi. “Pokoknya Mas jangan dekat-dekat dia, nanti kalau ngamuk, ngeri.”
Arsal yang tidak percaya tetap mendekatinya karena wanita itu tak memakan juga nasi bungkus pemberiannya.
“Ayo dimakan, nanti kamu lapar,” suruh Arsal lagi.
Wanita itu bergeming, diam saja. Tatapan marahnya tak disadari Arsal.
“Ya sudah kalau nggak mau makan.” Letnan muda yang berasal dari keluarga kelas menengah ke bawah itu kemudian menunjukkan sisir yang dibawanya.
“Lihat, aku bawa apa ... sisir!”
Senyum mengembang di wajah hitam Arsal.
“Aku sisirin, ya.”
Sebelum menyisir, Arsal memperhatikan wajah wanita di depannya itu.
“Muka dan lehermu agak hitam, tapi,” ucapnya lalu menunduk, “tangan dan kakimu kok putih, ya?”
“Ah, ya sudahlah, mungkin kamu abis kecemplung got, nyusengep kepala duluan jadi hitam tidak merata begini.”
Baru akan menyentuh rambut seseorang di depannya, tiba-tiba wanita gila itu menggigit kupingnya.
“Aaaaaargh!” teriak Arsal melengking sampai-sampai ibu pemilik warteg dan para pembelinya menoleh bersamaan.
“Syokoor!” teriak ibu pemilik warteg tenda. “Dibilangin ngeyel!”
Tak hanya sampai di situ, wanita gila itu mengambil pula batu besar sehingga Arsal lari tunggang langgang.
**
Beberapa jam kemudian ....
Wanita berpenampilan compang-camping menengok kanan-kiri, dirasa cukup aman, ia masuk ke dalam mobil sport mewah berwarna hitam.
Kulit imitasi berwarna dark sand dilepas cepat dari wajah cantiknya. Outer compang-camping dibuang ke belakang dan hanya menyisakan tanktop hitam ditubuhnya. Rambut kusut yang ternyata hanyalah wig dilemparnya ke belakang. Wanita yang berpura-pura gila itu memperhatikan wajah cantiknya dari spion. Segera ia megambil kotak rias untuk membersihkan debu-debu yang menempel, lalu mengolesi kulit mulusnya dengan pelembab khusus.
Kaca mobilnya diketuk seseorang. Wanita berambut pendek itu membuka kunci pintu otomatis.
Seorang wanita berambut panjang yang digulung masuk dan duduk di sebelahnya.
“Si jelek tadi itu siapa sih? Mengganggu penyamaran aja!” oceh wanita berambut pendek yang ternyata seorang tentara wanita berpangkat kapten yang dinas di Departemen Intelijen Negara. Namanya Rose.
“Iya, siap, Bu. Sepertinya tentara juga, tinggal di perumahan sebelah sana. Kami sudah memperingatkannya untuk tidak mengganggu Ibu, tapi laki-laki itu ngeyel saja,” balas wanita berpangkat sersan kepala yang menyamar sebagai pemilik warteg tenda.
Mereka berdua ditugaskan untuk memata-matai rumah kontrakan yang baru diisi sejak sebulan ini. Target mereka diduga bersembunyi di sana.
**
Di batalion empat hari kemudian ....
Letnan muda berkulit gelap itu keluar bersama rekan-rekannya setelah rapat konsolidasi untuk misi selanjutnya.
“Ada tiga prajurit wanita legendaris di pasukan khusus, salah satunya Mayor Duhita. Yang lain kalian tahu nggak?” tanya Lettu Darry—abang seniornya—ketika mereka sudah di luar ruangan.
“Linka Heira!” jawab Arsal seraya melirik ke Eros—sahabatnya—dengan iringan senyum. Dia tahu Linka Heira alias Shelomita adalah kakak ipar sahabatnya, tetapi rekan-rekannya jarang ada yang tahu.
“Loh kok tahu, Sal?”
“Tahulah, aku ngefans kok sama Bu Linka,” jawab Arsal.
“Pernah ketemu?”
“Pernah dong,” ucap bangga Arsal. Eros terkekeh saja.
“Yang ketiga ada yang tahu, nggak?” tanya Lettu Darry lagi.
Eros mengangkat kelima jari. “Kapten Rose.”
Arsal menyikut. “Kamu pernah ketemu Kapten Rose?”
Eros menggeleng. “Enggak pernah, tapi pernah dengar dari kakak iparku,” bohongnya. Dia sebenarnya pernah bertemu dengan Kapten Rose yang sudah dianggapnya sebagai kakak juga.
“Iya, aku penasaran sama keduanya. Kapten Linka dan Kapten Rose, sama-sama dinas di D.I.N mereka,” sahut Darry. “Seksi dan mematikan, hahaha.”
Prajurit lainnya pun ikut tertawa, beginilah obrolan pria. Kalau Linka Heira, Arsal sudah kenal baik karena salah satu orang yang berjasa untuknya. Yang membuatnya kini penasaran adalah Kapten Rose.
Seperti apa ya wajah Kapten Rose ...?
Dia terkenal sebagai mata-mata andal, konon wajahnya cantik dan jago berkelahi.
**
Beberapa Minggu berlalu ....
Maret 2020 ....
“Haduh, perasaan gue nggak enak, ada apa, ya!”
Kedua kaki Rose naik di atas meja, wanita muda itu sedang ngemil cokelat di dalam kamar barak bujangan adik sahabatnya—Eros.
Rose terpaksa menyamar untuk menggantikan Eros yang diam-diam kabur ke Semarang untuk menyelesaikan masalah pribadi. Dia sebenarnya ada urusan di batalion Eros, bertemu dengan wakil komandan batalion. Siapa sangka malah ketemu Eros dan letnan muda itu merengek minta tolong padanya. Rose yang kesehariannya dinas di Departemen Intelijen Negara, tidak begitu mengenal seluk beluk batalion. Bermodalkan nekat seperti biasanya saja dia mau kongkalikong menggantikan Eros dan menyamar dengan wajah samaran mirip pemuda itu, walaupun dia tidak keluar-keluar, hanya mendekam di kamar.
.
“Kalau bukan adiknya Mbak Linka, ogah aku nolong, nyamar-nyamar nggak penting begini!” oceh Rose dengan masih duduk sesuka hatinya. Ia berharap tak ada yang datang agar bisa sepuasnya istirahat.
Di luar dugaan, seseorang mendatangi kamar barak Eros.
“Eros, kamu di dalam ya!” Suara dari luar pintu mengagetkan Rose. Saat dia hendak mengunci pintu, telat, pintu sudah terbuka setengah.
Sial, pintunya lupa aku kunci!
Rose buru-buru melompat ke ranjang dan menutupi diri dengan selimut.
“Eros, aku bawain nih makanan kesukaanmu.”
Kapten cantik itu mengawasi bayangan seseorang yang masuk tersebut.
Pasti dia sahabatnya Eros! Pake ke sini segala sih!
“Ros, kok kamu diam aja sih, ini gue Arsal.”
Rose masih menutupi wajah pakai selimut dan guling. Tidur dengan posisi menyamping.
Arsal duduk di tepi ranjang dengan sorot mata sedih.
“Aku sedih, Ros, beberapa hari ini kamu murung terus, aku yakin masalahmu akan ada titik terangnya,” ucap Arsal sambil memijit-mijit kaki orang yang dikira sahabatnya. “Aku pijitin ya, Ros, biar cepat sembuh kamu.”
Kapten Rose mulai pucat.
Pijitan Arsal semakin naik dan naik membuat Rose tambah resah.
Sial, dia megang pantatku!
Rose masih menguasai diri agar penyamarannya tak terbongkar. Namun, semakin lama, tangan Arsal semakin ke mana-mana.
Kapten Rose tak tahan dan langsung berbalik lalu membanting keras Arsal ke lantai. Lelaki kumal itu dibanting sana-sini sudah kayak cucian basah.
Arsal teriak-teriak karena tulangnya terasa mau patah.
“Muka kayak tudung saji aja berani pegang-pegang!” oceh seseorang yang membantingnya itu.
Akhirnya Arsal tersadar kalau itu suara wanita.
Arsal berteriak-teriak, tulangnya seolah mau patah.
Rawan tetangga kamar barak kanan kiri mendatangi. Rose buru-buru menyumpal mulut Arsal dengan tangannya.
“Diam, ah, jangan teriak-teriak!”
Sebenarnya Arsal bisa saja melawan, tetapi mengetahui yang menyerangnya seorang perempuan, ia mengurungkan dan memilih menerima nasib.
Rose memperhatikan lekat-lekat wajah Arsal.
Oh orang ini!
Rose teringat beberapa waktu lalu sedang menyamar jadi orang gila di Bekasi, di sebuah perumahan. Tiba-tiba aksi menyamarnya terganggu oleh kedatangan seseorang yang tak lain adalah Arsal.
Sebenarnya Arsal kasihan lihat orang gila yang berjalan melewati rumah kakaknya. Maksudnya baik untuk memberi makan sekaligus ingin merapikan rambut wanita gila yang ternyata adalah Rose yang sedang menyamar.
Karena jengkel aksinya dihalang-halangi oleh Arsal, Rose yang masih berdandan sebagai orang gila pun geram dan langsung menggigit telinga pemuda hitam dekil itu.
Kalau dia temannya Eros, artinya dia perwira juga!
“Kamu siapa? Kenapa nyamar jadi Eros?” tanya Arsal setelah situasi agak tenang.
Rose menowel kasar jidat Arsal. “Kok ada perwira jelek kayak kamu!”
Lama kelamaan Arsal mulai hilang kesabaran. Dia mengempas tangan Rose di dahinya.
“Kamu sebenernya siapa? Senaknya saja!”
Rose menghapus riasan penyamawannya dan juga kepala buatannya yang berbentuk rambut cepak.
“Aku tuh lagi bantu sahabatmu itu!” bentak Rose matanya menatap nanar.
Aku kerjain saja ini pengganggu! pikir Rose.
Rambut pendek tebal terurai setelah Rose melepaskan replika rambut cepak di kepalanya. Kulit buatan di wajahnya juga dilepasnya. Memang tidak bisa terlalu mirip, hanya sekilas saja mirip. Apalagi struktur wajah perempuan dan laki-laki memang beda.
Arsal yang masih tidur tergeletak di lantai memperhatikan wanita di depannya semakin lama semakin terkesima.
Cantiknya ..., decak kagum Arsal dalam hati.
“Bantu apa? Kenapa aku nggak tahu.”
“Pokoknya aku lagi menggantikan dia sampai malam! Dan kamu harus menemaniku di sini, aku bosan!” ucap Rose lagi.
Arsal meneguk ludah dengan mata melebar, wanita berambut pendek itu tiba-tiba duduk di atasnya dan mencekik lehernya.
Psikopat cewek ini!
Terasa tenggorokannya mulai sesak, Arsal berusaha melawan dan menunjukkan beladirinya dan berusaha membalik keadaan. Namun, Rose juga jago beladiri dan berhasil mengunci kaki Arsal hingga tak bisa bergerak.
Letnan muda itu bahkan kena hantaman keras dengan sikut. Tak kehabisan akal, kini tangan pemuda itu berusaha mendorong, tetapi justru mereka saling dorong dan berguling-guling hingga keduanya berada di bawah kolong ranjang yang sempit dan gelap.
“Sudah, sudah!” hardik Rose yang menghentikan penyerangan karena mulai tak bisa bergerak di kolong yang sempit ini.
“Heh, Jelek, kenapa kamu mendorong kita ke kolong sih!” kesal Rose dengan masih berusaha menggeser tubuhnya. “Aku bunuh kamu setelah ini!”
Arsal tak sanggup berkata apa-apa, berusaha menahan keras hasratnya karena posisi Rose berada di bagian yang meresahkan. Napasnya sudah naik turun dan berkeringat dingin.
“Gimana ini keluar dari sini!” Rose juga mulai cemas.
“K-kamu sebenarnya s-siapa sih!” tanya Arsal penasaran apalagi wanita itu jago beladiri juga.
Rose mendekatkan bibirnya di telinga Arsal.
“Aku ... Kapten Rose dari Departemen Intelijen Negara.”
Arsal meneguk ludah kembali. Belum pernah melihat sosok Kapten Rose yang terkenal karena ahli menyamar, selama ini hanya mendengar namanya saja. Dan sekarang, idolanya itu sedang berbisik di telinganya. Arsal semakin gugup juga bekeringat dingin.
“Mohin izin, Mbak, maaf tidak tahu!” ucap Arsal buru-buru dan berusaha menunjukkan sikap hormat. Namun, karena gerakan tiba-tiba letnan muda itu, spontan membuat Rose kejeduk keras. Bagian belakang kepala kapten cantik itu membentur kayu jati penyangga kasur. Rose pingsan, wajahnya terjatuh di wajah Arsal, bibirnya pun mendarat di tempat yang tepat, bibirnya Arsal.
Mimpi apa ya gue semalam! Hari ini kok jadi kejatuhan durian sedaging-daging duriannya. Durian montong bener-bener!
Baru merasakan senang luar biasa, Arsal tersadar kalau mereka berdua akan kesulitan keluar dari kolong apalagi Rose ikutan pingsan. Kemudian Arsal semakin panik saat pintu kamarnya Eros diketuk dari luar.
DOK! DOK! DOK!
Pintu digedor keras. Arsal tambah panik.
BERSAMBUNG
Buku Bunga Btp
Penulis: bunga_btp
Judul: My Sassy Girl Rose
Baca selengkapnya di 👇
https://read.kbm.id/book/detail/9775721e-a603-4003-9430-c4ed3d59704c?af=fc272346-ee8b-9f21-f524-6a79d0924bd3
Komentar
Posting Komentar